Depok, Indonesia – Warga Muslim Indonesia perlu dan bisa menjadi agen ‘soft diplomacy’ nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin di tengah-tengah ramainya Islamophobia di berbagai belahan dunia termasuk di negara-negara maju. Karenanya, ada urgensi untuk mengkaji lebih dalam dinamika kehidupan dan kontribusi Muslim Indonesia, termasuk di Britania Raya atau UK.
Perihal di atas disampaikan oleh Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama United Kingdom atau PCINU UK Efri Arsyad Rizal dalam Students’ Conference on Islam and Muslim Societies (STREAMS) di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, Jawa Barat pada Senin, 28 Oktober 2024 lalu.
Konferensi dengan tema “Rethinking Islamic Studies for a Dynamic Global Landscape” ini diikuti oleh 30 mahasiswa magister dan doktoral terpilih yang berasal tidak hanya dari universitas di Indonesia saja. Melainkan, juga diikuti mereka dari berbagai kampus luar negeri seperti dari India, Malaysia, Australia, China, dan Inggris.
Dalam konferensi ini, Efri yang juga Mahasiswa Magister di University of Birmingham Jurusan Theology and Religion mengangkat penelitian dengan judul “Navigating Belonging: The Role, Identitiy, and Representation of Indonesian Muslims in the United Kingdom” yang tergabung di panel Muslim Societies and Culture bersama empat presenter lainnya.
Pembahas dalam panelnya berasal dari Dosen Fakultas Studi Islam UIII, Prof. Syamsul Rijal (Head of PhD Program) dan Dr. Bhirawa Anoraga (Secretary of the Master’s Program).

Dalam paparannya Efri menyampaikan bahwa Muslim Indonesia masih jarang diteliti dalam ranah akademik, khususnya terkait bagaimana partisipasi sosialnya di tengah-tengah menjadi ‘double’ minoritas. Minoritas sebagai Muslim di UK dan juga minoritas dari representasinya sebagai diaspora.
Soft diplomasi Islam Nusantara
Meskipun demikian, Efri menjelaskan kontribusi Muslim Indonesia sudah terlihat setidaknya dari Muslimat NU UK.
“Ibu-ibu Muslimat NU UK, contohnya, sudah terlibat dalam Eid on the Square di Trafalgar Square London, bahkan Idul Fitri tahun 2025 nanti akan menjadi ketiga kalinya. Hanya saja, hal tersebut hanya sering dilihat dari euforianya saja. Masih belum banyak yang melihat bagaimana partisipasi tersebut dapat mempengaruhi representasi Muslim Indonesia di UK”.
Walaupun penelitian ini masih dalam tahap awal, Efri menekankan bahwa hal-hal yang sudah dilakukan Muslim Indonesia di atas bisa menjadi bentuk diplomasi lunak atau soft diplomacy Islam Indonesia.
Harapanya, agar Indonesia wa bil khusus Muslimnya bisa menjadi agen Islam rahmatan lil alamin di tengah-tengah Islamophobia di Inggris yang sempat meningkat beberapa bulan yang lalu.
“Dengan representasi Muslim Indonesia yang sering berpatisipasi dalam menunjukkan kebudayaan, seni, makanan lokalnya, dan juga dibawa dengan mereka berinteraksi sosial dengan baik, hal ini dapat menjadi anti thesis Islamophobia. Mereka khususnya orang Britain bisa dapat melihat bahwa Muslim sebenarnya tidak ekstrim, identik dengan kekerasan, apalagi terorisme,” ungkap Efri.
Efri berharap penelitian ini bisa menjadi penelitian lanjutan dan bisa menjadi salah satu tolak ukur bahwa Muslim Indonesia di luar negeri bisa sama-sama menebarkan Islam yang rahmatan lil alamin, dan juga tidak terlepas dari akar, budaya, dan ciri khas Indonesianya – Islam Nusantara.
“Para peneliti bisa melihat peran Muslim Indonesia di dunia, khususnya di UK, supaya Muslim Indonesia yang humanis ini, bisa lebih dikenal oleh publik mancanegara. Kita semua menjadi agen-agen yang dapat membawa pesan-pesan agama Islam yang dapat diterima oleh semua”, tutupnya. (*)




